PENANTIAN


Penantian
Oleh : M. Nur samad

Dering handphone tiba-tiba saja membuyarkan konsentrasi Yasrib yang asik membaca sebuah novel bertemakan cinta dengan cover penuh warna yang ditawarkan. Sesekali dia menguap sembari menjawab panggilan, dengan nada lesuh. Lemah lembut ia mengusap kedua matanya, menutup novel itu. Samar – samar di matanya masih terbayang kisah-kisah fiktif yang baru ia baca.
Suasana dingin masih menyelimuti, di luar titik-titik hujan terus berputar terbawa semilir angin membasahi seluruh dedaunan yang layu, Memantapkan Yasrib bersandar pada kursi perpus yang terbuat dari busa yang empuk. Perlahan ia menggeliat nyaman seperti anak kucing berlindung pada induknya. Kini ia mendayung dalam ketenangan alam bawah sadarnya.


“Siapa Yasrib?” tanyaku penasaran
“Hah….uhmm”
“Siapa tadi yang nelpon?”
“Hana”, jawabnya lesuh
“Hana siapa?, Hanafi?”
“Bukan bego, Rihana si kacamata, dia sudah ada di fakultas”
“Kenapa tidak bilang dari tadi, ayo berangkat”


Kami segera melesat ke fakultas, ada draft nilai yang harus di tanda tangani oleh semua mahasiswa. Yasrib tetap saja lesuh bersandar pada bahuku. aku sengaja pelan membawa motor takut sepatu yang baru kubeli kotor. entah ada apa dengannya. Dialah Yasrib, laki-laki yang tidak mau pusing dengan masa depannya dan masa bodoh akan segala sesuatu. Walaupun begitu, Yasriblah teman dekatku yang selalu ada saat aku membutuhkan sesuatu. Yasriblah orang yang pertama menawarkan diri jika aku membutuhkan bantuan.
Namaku M. Nur samad, aku biasa dipanggil samad, biasa juga dipanggil Abang. Tapi aku asli orang Makassar. Entahlah mengapa?.


Hal yang membuatku ingin tahu adalah temanku ini, Yasrib. Laki-laki yang popular di kalangan perempuan, namun hal yang membuatku takjub darinya ialah sikap juteknya itu terhadap perempuan cantik yang selalu menggodanya. Orang yang aneh pikirku, sejuta tanyapun masuk dalam otakku. Apakah mungkin Yasrib ini adalah guy, menyeramkan jika hal itu benar.


Rasa penasaranku akhirnya terjawab, ketika Yasrib mengajakku ke kossannya. Ruang yang sempit ini, dinding tengahnya terdapat gabus. Gabus yang berisi dengan beberapa puisi dan di penuhi dengan foto perempuan yang cantik, mungkin inilah gadis yang membuat Yasrib tidak tergoda dengan perempuan lain pikirku. Sementara di lantai yang berantakan terdapat jejeran rangkaian bunga matahari. Setelah kuhitung jumlahnya ada sekitar enam buah.

“Masih berpikir saya homo yah?” Tanya Yasrib. Aku kelabakan mau jawab apa, tapi melihat senyum Yasrib. Seakan-akan ia sudah tahu semuanya.
“Iya, awalnya maksudnya. Semua orang berpikir kamu itu guy”
“hah aku tahu itu, tapi sekarang lihat,” kata Yasrib sambil mamandangi foto gadis cantik itu
“Dialah perempuanku satu-satunya orang yang dapat membuatku bersemangat, satu-satunya orang yang bisa membuatku bahagia. Saya tahu kamu dan anak-anak kira bahwa aku ini…………..,

Yasrib bercerita panjang lebar, sekiranya selama ini aku hanya salah sangka padanya. kekagumanku bertambah pada Yasrib. Selama ini dialah orang yang menurutku paling setia pada kekasihnya. Aku tidak bisa meumpamakan betapa bahagianya perempuan ini memiliki kekasih seorang Yasrib.

“jadi kamu masih sering membawakan bunga matahari ini untuknya?”
“Iya, tentu saja, tepatnya ketika semua orang sudah tidur”
“Malam?”tanyaku. Yasrib mengangguk.
“kenapa mesti malam?, takut ketahuan sama orang tuanya yah?”
“Bukan orang tuanya, tapi takut ketahuan sama Yani”
“Jadi perempuan ini namanya Yani?” tanyaku sambil menunjuk dinding. Yasrib hanya tersenyum.

“Cantik yah, apa tidak salah?” tanyaku
“Aku tidak mungkin salah memilih seorang perempuan”
“Tidak, bukan itu maksudku, maksudnya apa perempuan ini tidak salah memilih laki-laki”
Yasrib hanya tertawa. Dalam sorot matanya memandangi foto perempuan itu. Terlihat jelas seorang pria yang selalu mengharapkan kehadiran seseorang yang sangat ia rindukan.

Yasrib seorang yang kukenal tertutup, namun kali ini kelihatannya ia tidak bisa menahan gejolak di dadanya. Tanpa kuminta ia mulai menceritakan sosok gadis yang membuatku penasaran ini. Yanilah orangnya. Perempuan yang bisa membuat Yasrib bertahan di antara bunga-bunga sekitarnya. Yanilah orang yang bisa membuat Yasrib yang pendiam ini membuat puluhan puisi kerinduan untuk kekasihnya. Perempuan ini pula yang selalu membuat Yasrib selalu berani membawakan seikat rangkaian bunga matahari setiap malam selasa di depan pintu rumah Yani. Yasriblah orangnya, seorang pria yang telah menetapkan cintanya hanya untuk seorang saja.

Aku tertarik ketika mendengarkan kisah Yasrib sewaktu masih berseragam putih merah. Terlihat pancaran aura di wajahnya ketika ia menceritakannya padaku. Aku memperhatikan. Waktu itu, ia seperti biasanya, pulang dari sekolah menggunakan sepeda hadiah ayahnya yang kini telah tiada. Secara diam-diam ia mengikuti Yani. Perempuan yang diceritakan waktu itu memiliki gigi jarang serta banyak yang rusak dengan rambut dikepang di kiri dan kanan kepala Yani. Sebagai seorang anak-anak Yasrib tidak punya keberanian untuk bertemu langsung dengan Yani. Yasrib hanya terus memperhatikan dari kejauhan Yani masuk ke dalam rumahnya. Dia merasa senang dan penasaran waktu itu kata Yasrib, namanya juga anak-anak. Terus apanya yang berkesan?. Pikirku. Ternyata tidak hanya sampai di situ. Yasrib terkena musiba. Dalam perjalanan pulang ia ditabrak kendaraan umum yang melaju sedang. Seketika Yasrib terlempar terguling-guling di jalanan tak sadarkan diri.
Samar-samar terdengar keriuhan kecil mengusik tidur Yasrib. Perlahan ia terjaga, dilihatnya ayah dan ibunya yang setiap saat menungguhi anaknya sadar. Di samping orang tuanya, Yasrib melihat sosok kecil mungil, perempuan pemikat hati Yasrib. Yani menatap Yasrib.

“Tante-tante yasrib bangun” kata Yani dengan keluguannya. Seisi ruangan terkejut Yasrib di penuhi sesak. Ibunya terus mengusap pipi anak kesayangannya ini. Masih lemah, dengan perasaan sedikit perih, Yasrib merasakan kebahagian di dadanya. Tak disangkah Yani ikut menemaninya, menungguhnya hingga ia sadar. Yasrib mendayung dalam khayalan tingkat tingginya. Kata Yasrib saat itu rasanya seperti layang-layang, melayang bebas merasakan lembaian segarnya angin. Kemudian talinya putus. Yah putus!. Talinya putus lantaran, kehebohan teman-teman Yasrib yang ikut menjenguk lengkap dengan guru-gurunya. Layang-layang kini tinggal kenangan. Angin mati layang-layang tak berguna.

“Kirain Cuma Yani yang datang” katanya sedikit kecewa. Tapi tetap saja rona paras kerinduan tak pernah lepas dari wajah yasrib.
Masih ada juga orang seperti Yasrib di dunia ini. Orang yang mecintai seseorang secara diam-diam. Orang yang selalu rela menjadi pengagum rahasia. Orang yang selalu teguh memegang janji setia pada Yani kekasihnya. Setiap malam selasa, seperti jadwal kewajiban bagi Yasrib membawakan bunga tepat di depan rumah Yani. Aneh juga pikirku. Jikalau memang Yasrib mencintai Yani mengapa harus secara diam-diam seperti ini?. Mengapa mesti mengirimkan bunga?. Saat kutanyakan ia hanya tersenyum. Anehkan.
Dua bulan berlalu seikat bunga kini hanya tinggal satu. Mungkin inilah yang terakhir. Saat itu pula Yasrib meminta pertolonganku. Ia menyuruhku membawakan bunga ini pada Yani. Kali ini berbeda jarum pendek jam masih menunjukkan angka delapan. Yasrib memboncengku menuju rumah Yani. Cukup jauh juga pikirku. Sekitar sejam perjalanan kami tiba tepat depan gerbang sebuah perumahan. Yasrib turun menunjuk sebuah rumah minimalis berjarak sekitar 70 meter dari kami. Tepat di ujung sebuah perempatan. Dengan segan aku melangkah menuju rumah tersebut. Kulihat beberapa jejeran bunga matahari di halaman rumah berjejer dengan rapi. Aku semakin yakin inilah rumahnya.

“Jadi kamu yah orangnya?.” Seorang perempuan membukakan pintu langsung melabrakku dengan makian dan pertanyaan. Sangat jelas kemarahan yang terpancar dari raut wajahnya. Kulihat matanya sedikit bengkak, mungkin dia habis menangis. Pikirku
“Bukan, bukan saya orangnya saya hanya di suruh” kataku membela diri, sebelum perempuan ini menamparku.
“Terus siapa?”katanya setengah berteriak.
Aku tidak menjawab, hanya sebuah isyarat agar ia megikutiku. Begitulah yang diperintahkan oleh Yasrib. Jantungku berdebar-debar. Ada apa sebenarnya?. Ku beranikan diri untuk bertanya, menoleh kebelakang dan kulemparkan sebuah senyuman.

“Kamu Yani yah?”
“Ishh… !tidak usah banyak Tanya ayo cepat jalan!”
Kami terus menelusuri jalan menuju tempat Yasrib menunggu. Ada yang aneh menurutku, aku tak henti-hentinya menoleh kebelakang. Tampak seorang laki-laki yang terus mengikuti kami sejak dari rumah Yani. Ia memakai kaos oblong padahal saat ini sedang dingin. Entah hanya perasaanku saja, tapi sungguh aku merasa tidak enak malam ini.
Langkahku terhenti, mengikuti langkah Yani yang juga tiba-tiba berhenti. Tugasku selesai. Yasrib temuilah kekasihmu itu. Yani dialah orangnya laki-laki yang selalu mengirimkanmu bunga matahari setiap malam selasa. Yani terhenyak. Sambil menyebut nama Yasrib dia memeluk kemudian menangis di pelukan Yasrib. Aku jadi senang tapi heran juga. Mereka seperti aktor dalam film india. menangis dalam pelukan pasangannya.
Namun semuanya lenyap. Aku tidak bisa berbuat apa-apa terlambat sudah pikirku. Sebuah pisau menembus sebelah kiri perut Yasrib. Dialah laki-laki yang sejak tadi mengikuti kami berdua. Kata-kata kotor terus mengalir dari mulutnya. Samar-samar hingga lenyap di telan jarak dan gelapnya malam. Yasrib terperanjat. Terbayang segelincir pola kenangan di benaknya. Untuknya kekasih yang selalu dinantikan.

0 komentar:

Post a Comment