BUNGA MATAHARI



BUNGA MATAHARI
Oleh : M. Nur samad

Lagi-lagi sebuah bunga matahari, tergeletak di depan rumah Yani. Sebuah rangkaian bunga yang terkerat erat dengan balutan plastik yang rapi. Sudah kedua kalinya ia mendapatkan sebuah kiriman bunga matahari tanpa nama pengirim dalam sebulan ini. Yang terbayang dalam pikiran gadis bunga yang mekar di tengah kota menyedihkan ini hanyalah Sultan kekasinya tercinta.
Tak jauh dari depan rumah Yani, seorang laki-laki yang bersembunyi di balik pohon mendengus penuh amarah. Masih dengan sejuta Tanya dalam hati laki-laki itu, ia berlari menjauh hingga lenyap tertelan jarak dan waktu.
Dalam kamar yang sempit itu Yani mencoba menata kembali, semua barang-barang kamarnya. Yani menginginkan posisi yang terbaik bagi dua bua rangkaian bunga matahari itu. Agar hatinya selalu teringat akan orang yang paling ia sayangi, lelaki beruntung itu Sultanlah orangnya. Gumamnya dalam hati. Kebahagiaannya tersirat dari seyum tipis manisnya. Namun seketika jantungnya berdebar kencang, ketika pola bayang ketakutan terus berputar di benaknya.
“Apa yang terjadi denganmu Sultan? mengapa kau tidak pernah lagi mengunjungiku? apa mungkin ada perempuan lain yang kau sukai di luar sana, bunga matahari ini belum cukup untuk mengobati rasa rinduku padamu” segenap pergolakan masuk dalam batin Yani, mengotak-atik perasaannya kebingungan dengan sikap kekasihnya itu. Segenap ia menarik napas menghembuskannya perlahan, Yani mencoba menenangkan diri. Perlahan ia mencoba kembali menghubungi Sultan, namun nihil hasilnya sama saja tidak ada jawaban dari panggilannya. Kesal, lagi-lagi hanya suara operator yang ia dapati, Perempuan ranum itu melempar handphonenya ke tembok hingga terpisah menjadi tiga bagian. Cepat ia menutup wajah merebahkan diri. Sekelumit bayang ketakutan kembali menghantui benak Yani. Perlahan air mata menetes mengalir di kedua pipinya, perempuan mungil itu mencoba mengusap. Namun perasaaannya tidak bisa dibohongi. Yani tenggelam dalam kesedihannya. Yani menangis terisak.
Bunga matahari selalu menghantui benak Yani. Sudah kesekian kalinya bunga itu terus berdatangan tergeletak tepat depan rumah Yani. Perlahan-lahan, ia curiga. Mungkin bukan Sultan yang mengirim bunga ini untukku. Lantas siapa? Pikir Yani. Selasa ialah hari yang dinantikan. Hari dimana bunga matahari itu kembali muncul. Tepat malam selasa. Yani terus terjaga, menantikan kedatangan orang yang membuatnya penasaran. Kala sepi, saat semua orang terlelap dalam tidurnya. Seorang laki-laki muncul dari kejauhan. Ditangannya terdapat seikat bunga matahari. Yani terkesiap. Seketika ia membuka pintu menghampiri pria misterius itu. Belum sempat ia menoleh, pria itu berlari meninggalkan bunga mataharinya. Kesal yani dibuatnya. Namun satu hal yang diyakini oleh Yani. Pria itu bukan Sultan kekasihnya. Perasaan  kecewa menyelimuti hati Yani. Jikalau bukan Sultan lantas siapa?
Pemandangan yang tidak di harapkan di suatu sore untuk Yani. Sultan lagi-lagi terlihat bergandengan dengan Pur. Perempuan yang dulunya hampir membuat Yani dan Sultan putus. Kalau sudah seperti ini, diacak-acaknya bunga matahari yang entah datangnya dari mana. Bosan kebingungan dalam ketidakpastian. Walaupun segan Yani memberanikan diri menghampiri Sultan.
“Spasss” tamparan keras mendarat di pipi Sultan.
“Jadi ini alasannya? Kalau memang sudah bosan denganku kamu bilang saja. Bilang saja kalau kamu memang suka sama perempuan murahan ini!”
Tersinggung ,Pur membalas menyinggung
“Jangan sembarang yah kalo ngomong!”
Perasaan bergutat tercampur aduk. Dengan kasar Sultan menarik tangan Yani, menyeretnya ke belakang Rumah Pur, meninggalkan Pur yang masih terus mengoceh.
Kepal tangan sultan tak henti-hentinya menghantam tembok rumah Pur. Sedang tangan kirinya keras menyikut leher Yani.
“Kamu yang keterlaluan. Siapa orang yang selalu mengirimkan bunga untukmu. Dengar Yani, aku sangat mencintaimu. Sudah setahun lebih kita pacaran dan kamu tegah selingkuh dengan orang lain”
Pola-pola bayang mengambang di benak Yani. Meski sakit ia merasa tenang.
“biarlah Sultan makilah aku sepuasmu hingga tenang hatimu agar jelas semuanya. Selama ini aku mengira kamu yang mengirim bunga itu untukku Sultan. Ternyata bukan, aku hanya salah sangkah. Makilah aku hingga kau bosan” Lantun Yani dalam, hatinya.
Sultan terus saja mengumpat caci, mengutarakan betapa bencinya ia dengan Yani. Di benak Sultan kini Yani adalah seorang iblis yang tegah menghianati cintanya. Derai air mata tak henti membanjiri wajah Yani yang memerah. Puas memaki, Sultan pergi meninggalkan Yani. Yani terhenyak menangis terisak pilu. Hari-hari dilewati Yani dengan sejuta tanya yang terus mengambang mengitari benaknya. Kedua kantung matanya bengkak menangisi kepergian kekasihnya Sultan yang entah kemana.
Sampai malam itu datang. Yani terus berjaga di ruang tamu sesekali mengintip keluar. Malam ini pasti lelaki itu akan datang lagi. Penantian Yani berakhir ketika melihat seorang dengan bunga matahari tergenggam di kedua tangannya. Yani menunggung hingga ia dekat. Tepat waktu Yani membuka pintu menampar laki-laki itu keras-keras.
“Jadi kamu yah orangnya?”
“Bukan saya. saya Cuma di suruh” kata laki-laki itu sambil menahan sakit.
“Siapa?” Yani penasaran
Laki-laki itu tak menjawab hanya sebuah isyarat yang menandakan Yani untuk mengikutinya. Yani tak dapat berpikir panjang hanya segompok kekesalan mengendap di hatinya. Tanpa segan, Yani terus mengikuti lelaki itu.
“Kamu Yani yah?” lelaki itu mencoba memulai percakapan
“ishh jalan saja cepat!” bentak Yani.
Di belakang sosok lelaki memakai kaos oblong di tengah malam yang dingin mengendap-ngendap mengikuti mereka. Dialah Sultan.
Langkah Yani seketika terhenti. Ketika melihat Yasrib cinta pertamanya. Laki-laki yang telah berjanji akan mencintai Yani seumur hidupnya. Yah, Yasriblah sang bunga matahari.
Yani terkesiap. Seketika memeluk Yasrib. di bibirnya bergetar menyebutkan nama Yasrib.
Tiba-tiba saja Sultan berlari menerjang menghunuskan belati menembus perut Yasrib. Sultan kemudian berteriak mengumpat caci memecah sunyi malam, hingga lenyap oleh jarak dan waktu.
Yani terhenyak, hatinya bergetar. Tak berdaya menyesal.

NB:  baca juga cerita yasrib di PENANTIAN
 

0 komentar:

Post a Comment