Potret Kerinduan


POTRET KERINDUAN
Oleh : M.Nur samad
Download cerpen ini




Sudah menjadi takdir dan kesyukuran tersendiri bagiku. Terlahir dikeluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Aku diajarkan agar selalu taat kepada yang maha kuasa, Allah SWT. Begitu pula rasa pengabdianku kepada keluargaku. Aku bersyukur semua orang membimbingku kejalan yang benar. Termasuk kakakku, dan pastinya dengan bimbingan kedua orang tuaku pula.
.Satu hal yang kini menjadi pergolakan dihatiku. Hal yang membuat hatiku berbunga-bunga, disertai perasaan takut dan khawatir. Aku bingung, aku harus mengikuti kata hatiku atau ajaran agamaku. Semenjak aku tahu bahwa aku suka pada seseorang. Sementara agamaku mengharamkan yang namanya pacaran.


Sudah hampir tiga bulan, aku dan Kak Deni…uhm…apa yah, kalau dibilang teman bukan, dibilang pacar juga bukan. Jelasnya akhir-akhir ini kami cukup dekat. Aku berharap, apa yang kurasakan sama dengan peraasaan Kak Deni. Aku suka padanya. Aku senang bila ia melirikku. Aku senang saat ia memperhatikan aku. Aku diperlakukan ratu olehnya. Sampai-sampai sempat beredar rumor bahwa Kak Deni suka padaku, tak jarang kudapati perempuan lain menatapku sinis. Sebenarnya, aku tak suka seperti ini. Aku tak suka bila orang terus membicarakanku. Dilain pihak, entah mengapa aku merasa senang. Laki-laki yang cukup populer di sekolah, tinggi dengan rambut ikalnya. Tentunya menjadi perhatian perempuan di sekolah. Kini beredar rumor bahwa ia suka padaku.
Aku merasa lebih dari perempuan lain saat itu. Ternyata merasa menyukai dan dikagumi itu seperti ini, baru kali ini aku merasakannya. Terkadang, aku merasa ragu. Mungkinkah perasaanku ini sama dengan perasaan perempuan lain bila berada dalam posisiku?. Aku merasa berada diatas awan tapi, sampai disana aku kehilangan kendali tak tahu harus berbuat apa. Aku membutuhkan seseorang untuk membagi semua hal yang menjanggalku.
Namun, masih tetap menjadi perdebatan dihatiku. Apakah perasaan suka yang kualami ini dapat menimbulkan dosa?, atau perasaan ini, sebuah perangkap setan yang ingin menjerumuskanku dalam perbuatan maksiat?. Lantas terpintas dalam pikiranku, Kakak. Kakak adalah orang yang selalu menasihatiku jika aku berbuat salah. Yah kakak pasti tahu jawabannya.
“Kak…Kakak punya pacar yah?.” seketika Kakakku terkesiap, lalu menutup buku yang sering dibacanya setiap sore hari.
“Huss…sembarangan, kamu itu masih kecil. Belum saatnya kamu memikirkan hal-hal yang seperti itu.”
“Kak, Rani kan cuma bertanya, Kakak punya tidak” aku melotot, mirip ikan mas koki yang bodoh. Pipiku merah, namun bukan karena malu, tapi karena Kakak sering mencubit pipiku. Kakak balik melotot padaku, ia menatap mataku tajam. Aku jadi kikuk.
“Oh begitu yah!.”
“Apanya yang begitu Kak.”
“Kakak tahu kok, pasti kamu lagi suka sama seseorang kan.” seketika aku terkesiap. Aliran darahku semakin cepat memburu satu sama lain. Namun perlahan-lahan berkurang, karena aku tahu pasti, Kakak orang yang tepat untuk hal ini. Kakak sering membantuku jika aku punya masalah. Kakak pun tahu betul akan perasaanku.
“Kok, kakak bisa tahu?.”
“Ya iyalah kakak tahu, kakak kan sudah lama jadi kakakmu, jadi kakak tahu semua gelagatmu.” Kakak kembali mencubit pipiku.
“Iya deh…kak, Rani memang lagi suka sama seseorang. Namanya Kak Deni. Di sekolah semua orang membicarakan dia. Katanya sih, Kak Deni suka sama aku Kak. Aku jadi senang. Rani berharap rumor itu benar.”
“Yee… memangnya apa yang menarik darimu?, ingat kamu itu masih sekolah.”
“Aku tahu kok, pasti Kak Deni suka sama Rani, karena Rani cantik Kak.” Kataku yakin.
“Yee.. cantik. Siapa yang pernah bilang kalau kamu cantik?.” nada bicara Kakak terkesan mengejekku.
“Ada kok kak.”
“Siapa coba?.” wajah kakak mendekat ke wajahku
“Mama.”
“ha…ha…ha…!” Kakak tak kuasa Manahan tawanya.
“Kenapa kak?.” tanyaku heran
“Emang benar kok kak, Mama pernah bilang sama Rani kalau cuma Rani yang paling cantik di sekolah Rani, waktu Mama mengambilkan LHBS Rani.” Kakak malah makin kencang menertawaiku.
“Kakak bagaimana sih, bukannya bantuin Rani, malah nertawain, Rani harus bagaimana dong kak?.”
“Ade, ingat pacaran itu dosa, kalau sampai kamu bersentuhan dengan laki-laki itu, maka itu juga termasuk dosa.”
“Rani tidak pernah kok kak, bersentuhan dengan Kak Deni, tapi kalo Rani suka sama Kak Deni, apa itu salah Kak?. Rani bingung Kak, Rani pernah merasa bahwa Rani bukan seperti perempuan lain pada umumnya. Apa Rani salah kak?, atau Rani tidak normal ya kak?.” tanyaku tergesah-gesah.
“Perasaan suka itu tidak salah. Rasa suka sama orang itu hal yang wajar, semua orang pasti pernah merasakannya bukan cuma kamu saja. Cinta itu anugerah dari yang maha kuasa, dan tidak bisa dibendung kedatangannya. Seperti halnya cinta Mama sama kamu anaknya. Jika perasaan itu ditutup-tutupi, malah akan membuat kita terus memikirkannya. Tapi kamu harus ingat, kita masih punya agama yang membatasi kita dalam berhubungan dengan orang lain. Ingat itu baik-baik!.”
“Siap Kak, Rani akan selalu ingat kata-kata Kakak.”
Mendengar kata-kata Kakak aku jadi sedikit legah. Ku kira aku ini aneh, ternyata tidak. Perasaan suka akan dialami setiap orang, begitu juga denganku. Tapi, walaupun begitu, aku harus tetap menjaga batasan- batasan dalam berhubungan dengan lawan jenis. Kata-kata kakak akan selalu kuingat.
Hubunganku dengan Kak Deni, kini makin akrab. Sering kami berkiriman surat, dengan berpura-pura meminjam buku, atau novel. Memang benar, cara seperti ini sudah kuno dan sudah tak pernah lagi dipakai oleh remaja sekarang. Kak Deni pun sepakat akan hal itu. Namun Kak Deni bisa mengerti aku, ia terus mengikuti kemauanku. Nampaknya dia sadar akan diriku, dia mengerti bahwa perempuan yang ia dekati kini adalah perempuan yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
Terkadang, memang membosankan terus seperti ini, aku hanya dapat memandang Kak Deni dari kejauhan. Aku pun tak punya keberanian untuk mendekatinya tanpa alasan. Di lain pihak, aku suka seperti ini, aku tidak mau seperti remaja lain pada umumnya. Yang hanya mau bersenang-senang dengan pasangannya. Aku tidak tahu dengan mereka, tapi bagiku itu menggelikan. Walaupun aku dan Kak Deni jarang bertatap muka, tapi aku yakin, Kak Deni akan selalu menyukaiku. Tangan kami tidak saling menggemgam, tapi hati kami akan selalu demikian. Begitulah yang dikatakannya dalam surat yang pernah ia kirimkan padaku. Kak Deni tidak suka perempuan agresif dan gatal, ia suka perempuan yang lugu dan tak banyak tingkah.
Namun aku masih ragu, aku belum pernah membaca atau mendengar perkataan rasa suka Kak Deni kepadaku. Aku ingin ia mengatakannya langsung padaku, agar hilang semua rasa kekhawatiranku. Agar hatiku ini bisa legah. Agar aku tidak merasa cemburu, bila Kak Deni dekat sama perempuan lain. Aku takut ia tergoda.
Adakah orang yang mengerti perasaanku?. Satu-satunya orang yang sering ku ajak bicara hanyalah Kakak.
Satu hal yang membuatku kesal. Aku paling benci, bila Kak Deni dekat sama perempuan lain. Aku kesal, bila perempuan lain menarik-narik tangan Kak Deni hanya untuk mencari perhatiannya. “Dasar centil”. Kesal ku dalam hati. Kalau sudah begini, ingin rasanya kucabik-cabik semua surat dari Kak Deni.
Berteman rasa cemburu dan cemas, kuberanikan diri melangkahkan kaki menemui Kak Deni saat ia sendiri.
“Kak…Kak Deni”
“Eh Rani, ada apa, tidak biasanya” aku terkesiap. Seketika aku berhenti mendadak. Aku tak berani menatap wajahnya, walaupun ia menyambutku dengan ramah. Namun sudah tanggung, aku sudah sejauh ini. Jangan sampai…aku bertingkah bodoh. Gumam ku dalam hati.
“Kak sebenarnya Kak Deni, suka tidak sama Rani?. Rani menunggu kepastian dari Kakak” Kak Deni hanya tersenyum. Perlahan ia duduk dikursi, depan kolam ikan sekolah. Aku merasa bodoh bertindak seperti ini.
Ayo duduk” baru kali ini kudengar Kak Deni menyuruhku duduk. Aku hanya bisa menuruti kemauannya.
“Ran, aku tak menyangka kamu akan menanyakan hal itu. Sebenarnya, walaupun kamu tak bertanya, aku akan tetap mengakui bahwa aku memang suka sama kamu. Aku sangat suka dengan kepribadianmu. Kamu berbeda dengan kebanyakan perempuan lain di sekolah ini, yang terkadang membuatku muak. Lantas bagaimana denganmu sendiri.” Aku terkejut, semua perasaan bercampur di rongga dadaku. Detak jantungku tak beraturan, ini membuatku sesak. Aku bingung mau bagaimana.
“Perasaanku sama dengan Kak Deni.” hanya itu yang dapat ku katakan. Kak Deni terus menatapku. Aku tak menyangkah bakal sejauh ini.
“Ran. Saya mau meminta sesuatu padamu. Permintaan ini akan menjadi pertimbanganku terhadapmu.” “Kak Deni mau membunuhku yah,? apa dia tidak sadar apa, kalau aku ini sedang gerogi berat?.” kataku dalam hati.
“Apa itu kak.” penasaran. Kuberanikan diri melirik Kak Deni. Ia pun meminta perlahan
“Bisa tidak, kamu membuka jilbab kamu. Aku penasaran ingin melihat rambutmu.” Hampir saja aku terpekik karena kaget. Tak kusangka Kak Deni akan bertanya seperti itu. Aku suka sama Kak Deni, namun tak mungkin kupenuhi keinginannya. Kebiasaan yang diajarkan kepadaku semanjak kecil tidak mungkin aku lepas begitu saja. Bayang-bayang Kakak dan Ibu terus menghiasi pikiranku. Aku berat memenuhi permintaan Kak Deni.
“Maaf kak. Rani tidak bisa.” aku segera beranjak pergi. Air mataku tak dapat kubendung lagi. Sempat kuberpaling menatap Kak Deni, tapi ia hanya terus duduk memandangku tersenyum. Entah apa yang dipikirkannya?.
Hal itulah yang membuatku kini terbaring lemas di rumahku. Aku sangat terpukul dengan kejadian itu. Sampai-sampai sudah dua hari aku tidak masuk sekolah. aku juga tidak berani menceritakan hal ini sama Kakak. Aku hanya ingin sendiri.
“Ran, Rani…” suara Kakak memanggilku dari balik pintu.
“Iya Kak, masuk saja.” Kakak membuka pintu, dan berjalan ke arahku.
“Kamu sudah baikan?, ini ada surat untukmu. Mungkin, dari teman sekolahmu, lekas sembuh ya de`!.” Aku tak menyangka ada orang yang mengirim surat untukku. Sepengetahuanku hanya satu orang yang sering mengirim surat.
Kubuka lalu kubaca surat itu perlahan. Ternyata, benar dugaanku surat ini dari Kak Deni.
Untuk yang ku rindukan
Di tempat,
Terima kasih Rani, kamu adalah orangnya. Kamulah perempuan yang selama ini kucari. Maafkan aku bila permintaanku membuatmu sedih dan kini kau terbaring sakit. Aku senang kamu tidak menuruti keinginanku. Aku semakin yakin bahwa kau berbeda dengan kebanyakan perempuan lain. Mereka hanya memakai jilbab karena tuntutan saja. Tapi tidak denganmu. Kau berbeda dengan yang lain.
Ran aku merindukanmu. Aku tak sabar melihatmu tersenyum lagi padaku. Sekali lagi, maaf kalau aku terlalu memberatkanmu. Sebagai gantinya, kamu boleh meminta apa saja dariku. Walaupun itu berat, tapi akan kulakukan apapun untukmu. Lekas sembuh ya Ran.

Yang merindukanmu
Deni.

Aku tak tahu dan harus mengespresikan hal ini bagaimana. Aku sangat senang. Saking senangnya, surat Kak Deni sobek karena terlalu kencang kupeluk. Aku tak sabar menunggu besok. Aku sangat semangat dan gembira. Yang bisa kuperbuat hanya mempertahankan prinsipku. Menjadi diriku sendiri. Tak peduli dengan apa yang dikatakan orang lain. Aku siap ke sekolah besok. Aku akan membalas Kak Deni. Aku juga akan meminta sesuatu padanya.
“Uhmm…” senyumku kegirangan.
Download cerpen ini

0 komentar:

Post a Comment