Rosyati


ROSYATI
Oleh : M.Nur samad




Begitulah, berangsur-angsur gemuruh tepuk tangan mereda pula. Yuli menghembuskan nafasnya keras-keras, lalu ikut duduk di samping Rosyati. Ia pun mengambil kaleng minumannya, dan membukanya hati-hati, meneguknya pelan penuh kenikmatan.
“Bagus ya Ros, pertunjukan dramanya?”
“Apanya yang bagus, dramanya jelek,” protes Rosyati dengan nada keras. “Ekting orang itu jelek,” katanya sambil menunjuk-nunjuk.
“Ngga bagus. Kamu gimana sih Yul, beli tiket mahal-mahal cuma nonton ginian, mending uangnya di pakai nonton dangdutan.”
Sekonyong-konyong Yuli tersedak, mirip orang mau muntah. Yuli menutup mukanya dengan jaket, tak sanggup menahan malu melihat semua pandangan orang menuju pada Rosyati yang duduk disebelahnya.

Download Cerpen ini


“Kamu kenapa sih Yul, dari tadi nunduk mulu, kamu sakit ya?” tanya Rosyati dengan muka tak bersalahnya. Yuli menghembuskan nafasnya kencang, “dasar orang kampung” katanya dalam hati.
“Ros, Ros, kenapa sih kamu tadi bilang begitu,? Kamu tahu ngga semua orang-orang pada liatin kamu, aku jadi malas didekatmu”
“Maksud kamu yang mana Yul, aku ngga ngerti” masih dengan muka tak bersalahnya. Yuli makin gerang.
“Yang tadi Ros waktu di aula, kenapa sih kamu mengomentari dramanya, pake nunjuk-nunjuk segala, aku kan jadi malu.”
“Loh emangnya kenapa, ektingnya emang jelek kok, dia tidak pantas mendapatkan tepuk tangan semeriah itu”
“Kamu tahu ngga Ros, orang yang kamu tunjuk itu anaknya Pak Kepala sekolah, yang tadi duduk dua baris di depan kita.” Katanya kesal.
“Begitu ya, tapi biarlah kenyataannya memang begitu kok” kata Ros dengan santainya, sambil meneguk minuman pemberian Yuli.
Tak urung, tingkah Ros membuat Yuli kesal. Terkadang, timbul dibenaknya untuk meninggalkan Rosyati sendiri. Tapi semuanya lumer, begitu ia mengingat sepupunya ini adalah orang dari kampung. Apalagi setelah Rosyati kehilangan kedua orang tuanya, sejak saat itulah Rosyati tinggal di rumahnya. Yuli pun sudah menganggapnya sebagai adiknya sendiri.
Tapi tidak untuk Yani, saudara kembar Yuli. Yani sangat tidak suka dengan tingkah Ros yang cerewet dan sering bicara blak-blakan. Bila ada kesempatan, Yani selalu menjauh dari Rosyati. Walaupun mereka berdua tidak dapat dibedakan dari wajahnya, tapi sikap dan perilaku mereka sungguh jauh berbeda.
“Oh iya Yul, anak Kepala sekolah yang tadi, namanya siapa ya?” Tanya Rosyati, membuyarkan lamunan Yuli.
“Tumben kamu nanya, namanya Leliana, kamu naksir ya sama dia?”
“Sembarangan, masa jeruk makan jeruk, Ros tidak suka dengan gayanya, dia kelihatannya sombong.”
“Itu kan cuma pikiran kamu saja Ros, bilang saja kalau kamu iri”
“Apa!, irih, ngga bakal, kalau cuma main drama sih gampang”
“Memang kamu bisa?” tantang Yuli.
“Y-ya bisalah, bahkan kalau perlu Ros bisa kok jadi pemain sekaligus sutradaranya”
“Oke-oke, tapi kamu cuma beraninya di mulut saja, iya kan?.”
“Apa katamu,” sergah Rosyati, “aku?, Cuma di mulut saja? Yang benar saja…”
“Kalau begitu buktikan!” tantang Yuli.
“Oke, tidak masalah, Ros bisa kok.”
Rosyati sedikit ragu, tapi ego telah menguasainya. Perempuan itu langsung berdiri tegak dan berjanji.
“Baiklah Yul, dengan ini Ros sudah membulatkan tekad, saya akan menjadi seorang sutradara sekaligus pemain yang jago ekting,” katanya “Saya akan menjadi artis ternama dan mendapatkan banyak pujian, sebagai langkah awal, saya akan membentuk tim dramaku sendiri”
“Yakin sekali kamu Ros, memangnya ada orang yang mau ikut denganmu” Yuli terkesan mengejek.
“Itu bukan masalah, saya akan mengajak anak-anak yang sering main di depan rumah untuk bergabung, dan juga kamu Yul”
“Hah..! aku? Ngga ah. Saya ada urusan yang lebih penting. Lagipula cerita apa yang akan kamu dramakan?” Yuli mengalihkan pembicaraan.
“Oh iya ya, Ros belum kepikiran, menurut kamu bagusnya apa Yul?”
“Malin kundang aja Ros” jawab Yuli santai.
“Malin kundang?, ngga ah, masak ceritanya sama dengan anaknya Pak Kepala sekolah. cari yang lain deh, yang lebih cocok dengan Ros.”
“Aku tahu kok cerita yang cocok untukmu”
“Apa?” Tanya Rosyati penasaran
“Drama nenek sihir, itu lebih cocok untukmu Ros. Ha..ha..ha..”
Tawa yuli mengejek
“Sembarangan, masak saya disamain sama nenek sihir”
“Sudah Ros, ngga usah ditawar-tawar lagi, peran nenek sihir sudah cocok untukmu”
Rosyati tidak memperdulikan ucapan sepupunya. Ia terus berpikir peran apa yang cocok untuknya. Seketika, ia melihat mobil truk berlalu di depan matanya. Sebuah mobil truk berwarna putih dengan gambar sepasang pengantin yang sedang menari di sebuah istana megah.
“Ha…! Ros tahu, peran apa yang cocok untukku”
“Apa?” Tanya Yuli
“Cinderela, saya akan jadi cinderelanya,” katanya yakin, Yuli hanya tersenyum meremehkan. “Paling-paling besok sudah lupa” gumamnya dalam hati.
Di mata Yuli, Rosyati orangnya plin-plan, dia selalu tidak yakin dengan yang dilakukannya. Dia juga sering mengkhayal akan hal-hal besar, namun tak pernah kesampaian. Tapi, Yuli paham benar apa yang terjadi. Mungkin diluar sana masih banyak orang seperti Rosyati. Orang-orang yang tak seberuntung Yuli dan Yani dengan kehidupannya yang mapan.
“Nah untuk tempat latihan dramanya di kamar kamu saja ya Yul” kata Rosyati, membuyarkan lamunan Yuli.
“A-apa, kamarku?” Yuli terkesiap
“Iya, kamarmu kan luas jadi cocok untuk latihan drama”
“Aduh…bagaimana ya,” Yuli kebingungan. “Oh, bagaimana kalau di kamarnya Bi Ipah saja”
“Di kamar Bi Ipah”, ngga ah Yul, masak latihan drama di kamar pembantu sih. Lagian, kamar Bi Ipah kan kecil mana muat. Ayo dong Yul, di kamar kamu saja, sekali ini saja, Ros minta tolong.” Rosyati melotot, mirip anak kecil meminta dibelikan permen oleh ibunya. Tak kuasa Yuli melihat sepupunya yang malang ini.
“Iya deh Ros, boleh, tapi sehari saja yah” Yuli menjawab lesuh
“Nah, gitu dong, terima kasih ya Yul,” Rosyati sangat senang.
“Eh, tapi bagaimana dengan Yani, dia kan orangnya resek, dia tidak bisa lihat orang lain senang. Beda banget dengan kamu Yul, kamu orangnya baik”
“Iya deh, nanti Yuli yang urus”
“Nah..gitu dong, begitukan lebih baik.” Nyengir Rosyati kegirangan.
Sekali ini saja, Yuli melihat Rosyati begitu senang. Di balik penyesalannya sudah menantang Rosyati untuk main drama, ia merasa senang. Entah mengapa hatinya legah bisa membantu Rosyati. Yuli mengerti betul akan sepupunya yang satu ini. Ia berpikir mungkin inilah saatnya untuk memberikan kesempatan pada Rosyati. Memberikannya kebebasan di rumahnya, agar ia merasa senang.
Malamnya, saat semua keluarga berkumpul, asyik nonton sinetron kesukaan Ibunya, kecuali Rosyati ia tak suka menonton sinetron. Yuli mengutarakan semua keinginan Rosyati
“Agar ia merdeka, dan terbebas dari rasa mindernya selama ini. Kasihan kan, biarkanlah dia sekali ini saja mengecap kebebasan di rumah.” Katanya kepada Yani dan Ayah, Ibunya.
Ayah dan Ibunya tersenyum mengangguk setuju. Malah Ibunya menyuruh semua pembantunya agar melayani Rosyati dengan baik nantinya. Hanya Yani yang cemberut tanda semua keluarganya setuju denganYuli.
Kemudian pada hari yang ditentukan, Yuli memanggil semua anak-anak yang sering bermain di depan rumah. Ia menyerahkan semuanya pada Rosyati. Ia pun dan keluarganya sengaja meninggalkan Rumah.
“Nah, Ros sekarang kamu bebas, terserah mau ngapain, lakukan sesukamu, saya mau pergi dulu sebentar.”
“Oke Yul, Ros akan memainkan peran cinderela dengan baik, dan kelak saya akan menjadi artis yang punya banyak penggemar.” Kata Rosyati sambil nyengir dengan ceria.
Lima jam berlalu, tepatnya kini sudah pukul 5 sore hari. Diam-diam Yuli mengintip dari pintu kamarnya. Tampak dua orang anak kecil dengan baju kebesaran tertidur di lantai. Satu lagi di kasur. Yang ini agaknya Rosyati. Yuli jadi penasaran. Pelan-pelan ia buka pintu kamarnya, ia hampir saja terpekik karena kaget. Kamarnya sudah jadi demikian berantakan. Sementara Rosyati dan teman-temannya terus tertidur pulas.
Yuli berteriak dalam hati. Menyesal ia dibuatnya. Tetapi kemudian ia menyabar-nyabarkan dirinya. Ia sadar akan resiko dari keputusan yang ia ambil. Kini ia harus berani menanggungnya. Tanpa membangunkan Rosyati, dengan hati-hati ia membersihkan kamarnya. Hatinya menangis-nangis, tidak biasanya Yuli mengerjakan yang seperti ini. Apalagi ketika ia melihat boneka beruang kesayangannya, penuh kotoran mentega kue yang berserakan di meja belajarnya.
Yuli tidak bisa berkata apa-apa, ia terus membersihkan kamarnya. Anehnya, Rosyati dan teman-temannya tak bangun juga. Akhirnya kemarahan Yuli bangkit. Dengan sengaja ia menendang kasur tempat Rosyati tidur. Ajaib, Rosyati tak bangun juga. Yuli makin kesal, kesabarannya habis ketika ia jatuh terpeleset karena lantai yang licin.
“Aduh..!” teriak Yuli kesakitan. Anehnya ini juga tidak membuat Rosyati bangun. Dengan mata terpejam menahan rasa sakit Yuli mendekati Rosyati dan berteriak.
“Rosssssssss!. Bangun!!!”
Rosyati dan kawan-kawannya bangun bersamaan. Tetapi Rosyati bukannnya minta maaf. Ia malah senang melihat Yuli.
“Wah, dari mana saja kamu Yul?, kamu ketinggalan. Ceritanya seru banget. Kamu belum melihat ketika aku memakai gaun. Aku kelihatan cantik sekali, apalagi ketika aku berlari meninggalkan sepatuku…” Rosyati terus berceloteh tanpa henti sampai akhirnya ia capek sendiri.
“Terima kasih ya Yul, terima kasih kamu baik banget.” Kata Rosyati dengan spontan dan tulus.
Yuli yang dasarnya gampang terharu, memandang wajah kegembiraan Rosyati tak tahu mau berbuat apa. Semua kemarahan yang tadinya menggunung, kini lumer seketika.
“Iya deh Ros, sama-sama sekarang ayo bersihkan kamarku” pinta Yuli lesuh.
Malam harinya, ketika Yani pulang keadaan kamar Yuli sudah seperti sedia kala. Yuli tidak bisa membayangkan bila Yani melihat kamarnya bertantakan. Pasti akan terjadi perang dunia ke dua antara Yani dan Rosyati. Mereka berduakan sama-sama keras kepala. Pikirnya. Walaupun makan hati, Yuli senang akhirnya semuanya telah berakhir.
Sebulan kemudian, Yuli melihat Rosyati memakai pakaian olahraga lengkap dengan sepatu Yuli yang ia pinjamkan. Dengan segan Yuli mendekatinya di tengah kerumunan teman sekelasnya yang berpakaian sama dengannya.
“Ros, ngapain kamu pake baju kayak gini?, kayak orang mau perang aja.” Kata Yuli berbisik
“Ngga kok Yul, iseng aja,” Rosyati menjawab dengan santai. “Oh iya Yul boleh ngga aku minta sesuatu sama kamu?.”
“Apa?, kamu mau jalan-jalan lagi. Ngga bosan apa?.”
“Bukan jalan-jalan Yul”
“ Terus kamu mau apa?” Tanya Yuli penasaran.
“Aku mau pinjam pekarangan rumahmu ya, disanakan luas”
“A-apa pekarangan rumah,” Yuli terkesiap. “Memangnya kamu mau ngapain Ros.”
“Aku mau mewujudkan impianku Yul”
“Impian,? Seingatku kamu kan mau jadi Sutradara dan artis terkenal kan. Ngapain mau pake pekarangan rumah segala?. Kamu mau bikin drama peperangan?.” Tanya Yuli tergesa-gesa.
“Sabar dong Yul, ini bukan tentang jadi sutradara atau artis. Kali ini lain lagi.”
“Terus apa?.” Tanya Yuli. Perasaannya tidak enak.
“Aku mau jadi seorang Paskibraka”
“Ha…dasar kamu Ros.” Yuli menghela napas. Ia bingung harus bagaimana lagi dengan Rosyati…
Download Cerpen ini

0 komentar:

Post a Comment