NOVEL MELANI

Oleh : M. Nur Samad
Aku hanya bisa terus merasa seperti ini, selalu tersaingi oleh dia yang kau selalu ada untuknya. Aku tak pernah tahu bagaimana aku di hatimu, untuk apa peruntukanku, apakah kamu hanya menjadikanku kebanggaan bagi teman-temanmu atau aku hanyalah seorang pelipur laramu saat kau bosan dengannya? Aku memang tidak seperti dirinya, aku juga tidak tahu bagaimana perasaanmu padaku saat itu. Apakah mungkin perasaanmu dengannya sama besarnya dengan cintamu padaku atau aku hanya kau gunakan sebagai cadanganmu? ku takkan pernah bisa melakukan semua yang kamu inginkan karena aku memang tidak pernah tahu apa keinginanmu. Hanya dia yang bisa membuatmu tenang dan mungkin aku takkan pernah bisa seperti dirinya. Apakah sebenarnya yang kamu cari dariku dan apa yang kamu inginkan dariku? Ohh tidak tidak atau mungkin aku yang selalu berharap akan dirimu selalu berharap kau perlakukan sama seperti dirinya yang selalu berharap akan kehadiranmu. Selalu mencoba untuk membuatmu senang seperti kesenanganmu saat bersama dengannya. Aku tidak menyangka akan merasakan hal ini, hanya kau yang membuatku merasakan arti sebuah kehidupan.
Aku tidak akan bisa menyalahkanmu karena memang aku takkan pernah sanggup, aku juga takkan pernah bisa menyalahkannya, meskipun perih yang kurasa sakit yang tak pernah berhenti mengimpit dadaku. Aku hanya bunga yang selalu menunggu kedatanganmu dan sampai kapanpun takkan pernah kukuncupkan kelopakku karena aku akan senantiasa menunggumu. Aku juga telah menutup hatiku untuk orang lain, hanya kamulah yang bisa membuatku tenang. Yah benar kamulah orangnya kamulah orang yang mengetahui bahwa aku benar-benar mencintaimu walaupun kamu tidak pernah memperdulikanku, yah kamulah orang yang pertama kali mengatakan sayang padaku dan kamu jugalah yang selalu meninggalkanku untuk pergi bersama dirinya. Pernahkah kamu tahu apa yang aku rasakan saat itu? Pernahkah engkau mempertanyakan setiap air mata yang kuteteskan karenamu? Pernahkah engkau merenung tentang kesetianku padamu yang selalu mengacuhkanku jika ada dia? Dan pernahkah kau mempertimbangkanku untuk singgasana hatimu?
Jikalau memang hatimu tidak bisa kau berikan untukku, kumohon jangan perlakukan aku seperti ini, janganlah engkau perlihatkan wajah ketusmu itu padaku, itu semua hanya membuatku kembali meneteskan air mata yang membuatku berhenti berharap akan kedatanganmu untuk meminta cintamu kembali. Tapi entah mengapa hati ini tidak pernah bisa berpaling darimu, entah mengapa cinta para lelaki itu tidak dapat aku sambut seperti pada saat aku menerima kehangatan yang kau berikan kepadaku. Mungkin aku ini adalah orang yang bodoh, perempuan yang selalu menuggu kedatanganmu yang mungkin hanya menjadi mimpi indah untukku. Mimpi yang senantiasa membuatku bertahan.
Mimpi yang selalu membuatku tenang, mimpi yang selalu memberiku kekuatan untuk bertahan untukmu. Yah semuanya hanya mimpi-mimpi indah yang mungkin takkan pernah terwujud.
Aku tahu benar apa yang kurasakan, dan aku juga tahu bahwa yang kulakukan ini salah. Tidak seharusnya aku menantikan cinta darimu orang yang telah menjatuhkan cinta pada orang lain. Tidak semestinya aku mengharapkan kesetianmu sedangkan kutahu kau telah bersama orang lain. Inilah kisahku. Inilah kesedihanku. Inilah kebahagianku. Inilah ceritaku.
Aroma hujan di pagi ini kembali membuatku tersiksa, hawa dinginnya masuk ke hidungku yang kini tak bersahabat. Enggan rasanya aku beranjak dari tempat tidurku menuju sekolah yang penuh dengan kesibukan mencari nilai. Namun ada rasa yang membuatku bangkit ada rasa yang memaksakan diriku untuk beranjak, memenuhi tantangan hari ini.
Pusing melanda, hujan masih tak mau redah. Angin berhembus membawa rintik hujan masuk ke celah-celah jendela dan berkilau bagaikan salju kecil berhamburan di depan pintu. Aku membayangkan dia akan datang dari pintu itu memberiku kehangatan, paling tidak dia menanyakan keadaanku saat ini yang sedang tak bersahabat dengan cuaca.
“Percuma” pikirku. kujatuhkan anganku pada kenyataan yang ada.
Aku Melani, teman-temanku biasa memanggilku “Mel..”, biasa juga dengan “Amel”, lantaran suara teman-temanku yang terlalu kecil, atau mungkin telingaku yang agak tersumbat, hingga terlambat menjawab panggilan mereka. Menurutku aku tidak sama dengan teman-temanku yang centil seperti mereka sahabatku. Aku hanya seorang kutu buku, walaupun tak ada seorang pun yang menjulukiku tapi aku yakin itu benar. Kacamata inilah buktinya. Aku tak bisa menahan diriku membaca novel dengan sampul yang menawarkan kebahagiaan seorang perempuan dengan rasa yang dinamakan cinta. Kisah yang dipenuhi dengan berbagai halangan menjalin cinta, namun akhirnya berakhir bahagia. Ingin rasanya aku seperti tokoh yang diceritakan dalam novel itu.
Rama orangnya, lelaki yang bisa kukatakan membuatku merasakan yang namanya cinta. Aku pernah membaca sebuah novel yang mengatakan bahwa cinta adalah suatu perasaan dimana saat kita bertemu dengan orang yang kita cintai, maka kita akan berdebar, gemetar satiap kali membaca suratnya dan merasa tenang jika dia berada di samping kita. Cinta adalah sesuatu yang membuatmu tak ingin disentuh orang lain selain dia yang kamu cintai. Yah, dari itulah aku bisa menyimpulkan bahwa aku jatuh cinta padanya. Dialah orang yang mampu membangunkan tidurku, membuyarkan mimpi-mimpiku. Pernah suatu ketika aku tak melihatnya selama beberapa hari. Aku jadi gelisa. Ragaku tetap menapak bumi, namun pikiranku mengambang mencari dirinya. Ternyata tak berhasil, yang terlintas di pikiranku hanyalah sekelumit bayangan kekhawatiran berlebihan yang membuatku takut. Takut akan kehilangan, takut akan ditinggalkan. Sampai akhirnya raga ini pun tak sanggup menahan diri mencari, namun ia tetap tak kutemukan di mana-mana. Sampai akhirnya dia membuatku terhenyak dari mimpiku hanya mendengar suaranya saja. Saat itulah aku sadar akan dirinya, terbangun lebih awal dari biasanya. Pikiranku kembali mengambang terbayang ketakutan yang terbuat dari kekhawatiranku sendiri yang terlalu berlebihan. Jiwaku sungguh tak pernah tenang. Dalam novel yang kubaca mengatakan bahwa cinta mampu menyita perhatian jiwa dan raga melebihi apa pun di dunia ini. Menurutku hal itu konyol. Yah memang konyol, namun akhirnya aku terperangkap dalam kekonyolan itu sendiri.
Adalah Soraya. Perempuan yang sejak dulu menjadi pacar darinya Rama. Perempuan baik hati dan tidak sombong. Dia juga rajin menabung. Kupikir apa bedanya aku dengan dirinya yang kini sebagai selingkuhan Rama. Aku baik. Aku juga tidak sombong, sayangnya aku tidak pandai menabung. Tapi tidak mungkin hanya gara-gara itu yang membuatku menjadi nomor dua. Kusadari bahwa aku adalah pengganggu aku hanyalah perusak hubungan mereka. Aku hanya sekedar bumbu-bumbu dalam kisah cinta mereka. Namun, aku tidak bisa menutupi perasaanku, makin kusembunyikan malah perasaan itu makin ingin membeludak di rongga dadaku. Aku tidak pernah menyalahkan Soraya, karena memang dialah orang yang mampu memancarkan aurah kebahagianmu Rama dan aku tidak punya kekuatan untuk menghalau itu semua. Aku tak sanggup. Takkan pernah sanggup.
Pernah suatu ketika terbesit dalam pikiranku cara bagaimana memisahkan Rama dengan Soraya. Waktu itu aku lihat Rama dan Soraya sedang makan di kantin sekolah, yang kulihat waktu itu hanndphone Rama ada pada Soraya. Entah setan apa yang merasukiku saat itu, Kukirimi saja dia sms yang berisikan kata-kata sayang pada Rama, Spontan sejak saat itu hubungan mereka mulai renggang. Mereka bertengkar mempermasalahkanku, awalnya menyenangkan, ada kepuasan tersendiri yang kurasakan, tapi seiring berjalannya waktu, aku malah kasihan pada Rama yang mati-matian meminta kembali cinta seorang Soraya. Saat itulah hatiku kembali teriris. Jika aku yang berada pada posisi Soraya, apakah kau Rama akan berusaha mati-matian juga untuk meminta cintaku kembali? Apakah kau akan melakukan apapun untukku agar aku mencintaimu kembali, seperti pengorbananmu pada Soraya?
Aku heran padamu Rama. Mengapa engkau membuatku menjadi seperti ini? Mengapa engkau membiarkan aku masuk mengusik hatimu? Mengapa engkau tetap memberi harapan padaku, walaupun kau telah menyatakan cinta yang sesungguhnya padanya Soraya? Mengapa Rama? Mengapa kau begitu tega menyiksaku? Pernahkah engkau berpikir akan perasaanku? Pernahkah engkau mengerti isi hatiku? Pernahkah engkau membayangkan betapa hancurnya hatiku ini Rama? Entah sudah berapa banyak air mata yang kukeluarkan hanya untukmu. Entah sampai sejauh mana hatiku masih sanggup menerima kenyataan pahit ini . Rama tahukah kau perasaanku saat kau nyatakan putus padaku? Apakah kau pernah mempertimbangkan perasaanku yang hampir mati karenamu? Rama kau tidak lebih dari seonggok daging tak bermakna, kau hanyalah orang yang tak punya perasaan. Tahukah kau Rama ketika aku menghinamu, aku masih tetap merasa sakit. Aku merasa menghina diriku sendiri yang terlalu bodoh karena mencintaimu. Akulah yang salah karena telah menganggap bahwa kita adalah satu. Apa yang kurasa tidak pernah kau rasakan. Hanya namamulah yang bersemayam dalam singgasana hatiku. Rama telah kubakar semua tulisan tentang kenangan indah saat bersamamu. Telah kubakar semua kata-kata indah dari hatiku untukmu Rama. Telah kubakar semua harapanku untukmu Rama. Tahukah kamu saat itu pula air mataku tak terbendung. Andai kudapat mengumpulkan air mataku, aku pasti bisa memadamkan api itu. Aku tak kuasa melihatnya, aku tak sanggup menerimanya. Sialnya hanya kaulah orang yang betul-betul kucintai, hanya kamulah satu-satunya orang yang kutunggu. Rama sampai kapan kau akan mengakhiri penderitaanku ini. Aku siap menerima semuanya Rama. Lakukanlah sesukamu.
“Yah, setidaknya begitulah novel yang pernah kubaca”
0 komentar:
Post a Comment