Mabuk
MABUK
Oleh: M. Nur samad
Mereka berdua duduk di tikar yang mereka gelar di bawah pohon ketapang. Sejuk dan rindang, angin bertiup sepoi-sepoi. Mereka berdua terus meneguk minuman keras. Sesekali mereka tidur saling berpelukan. Tak sampai sejam mereka bangun lagi. Meneguk minuman perlahan penuh kenikmatan. Begitulah tiap hari kesibukan mereka. Minum sampai mabuk. Bahkan tempat yang sempit itu telah menjadi rumah mereka sendiri. Kalaupun mereka pergi, hanya dua jalan yang dituju. Memalak orang yang ditemui di jalan atau pulang meminta uang pada orang tua mereka.
Sunyi malam itu, tak seperti biasanya. Tal satupun mangsa yang lewat di daerah mereka. Mereka berdua saling berpandangan. Melirik puluhan botol minuman yang telah kosong.
“Ayo kita beli lagi” kata salah satu dari mereka.
“Ha…aku sudah tak punya uang”
“Sudah biar aku saja yang bayar kali ini”
Kedua laki-laki itu kemudian berdiri, berjalan berpandangan. Yang satu merangkul leher temannya, yang satu lagi melingkarkan tangan kanannya di pinggang sahabat seperjuangannya itu. sekonyong-konyong mereka berjalan tertatih-tatih mirip sepasang kekasih sedang dimabuk asmara. Sesekali mereka terpingkal lalu kembali bangkit saling menyokong satu sama lain.
“Ayo….kita sudah hampir sampai”
Mereka kembali semangat, ketika dari kejauhan Nampak berkilauan lampu-lampu bar. Merah, biru dan kuning, membentuk sebuah kata. Tapi, kesadaran mereka jauh dibawah standar. Kilauan lampu itu memusingkannya. Bagai puluhan kunang-kunang berputar dikedua bola mata mereka. Tak pantang menyerah, mereka terus berjuang. Hanya demi selusin botol minuman keras.
Begitu hasrat mereka terpenuhi, mereka tertawa terbahak-bahak. Berkoar-koar memecah kesunyian malam. Salah satunya membuka baju dan meletakkannya di pundak. Dingin menjilat-jilat, mereka tak merasa. Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka, seperti mahasiswa yang baru saja menyelesaikan pendidikannya. Bagi mereka minuman adalah segalanya. Mengisi ulang tenaga mereka, tak peduli dengan kesibukan orang lain. Tujuan hidup mereka hanya minum sampai mabuk. Begitu terus berulang-ulang.
“Kamu dapat uang dari mana?, bisa beli minuman sebanyak ini” Tanya orang yang tak memakai baju.
“Ku habis merampok Bank” jawabnya sangat bangga.
“Ha….! Kapan, bagaimana caranya?” tanay dia penasaran, sebab sepengetahuannya selama tiga hari ini mereka terus bersama.
“Ha…ha…ha…” yang satu tertawa, kembali meneguk minuman panas itu, mengguyur sekucur tubuhnya.
“Waktu hari Jum`at, aku pergi ke Bank lewat jalan itu” katanya sambil menunjuk bulan.
“Kutunggu sampai sepi, begitu keadaan memungkinkan, aku bersiap-siap. Aku membuka tasku kemudian aku berlari menembus pintu baja masuk kedalam ruangan yang penuh dengan uang. Kumasukkan semua uang itu kedalam tasku sampai penuh” katanya menjelaskan.
“ha….ha….ha…, cerita yang bagus. Kamu mabuk bro…, kamu mabuk, manamungkin bisa seperti itu.
“kenapa?, kenapa tidaka mungkin. Aku serius habis merampok Bank, aku juga belum mabuk. Aku masih sadar”. Katanya kesigukan.
“Kamu mabuk bego. Manamungkin kamu merampok bank pada hari jum`at. Bank tutup kalau hari jum`at, kamu mabuk.”
“Kamu yang bego, kamu yang mabuk. Bank itu tidak pernah tutup, buka 24 jam. Jadi kalau ada orang sakit bisa langsung dibawah ke Bank”. Katanya yakin.
“Ha…, bodoh kau mabuk makin parah, tempat orang sakit, memangnya kantor polisi. Kita membicarakan Bank bukan kantor polisi, tempat orang sakit. Parah kau” katanya sambil mendorong pipi temannya lambat. “Tapi, sudahlah yang penting kita bisa minum sepuasnya.”
“Ha…ha…ha….”. mereka tertawa, kembali memasukkan minuman panas itu sampai puas.
Itulah mereka jika sedang mabuk. Suka ngelantur. Bicara yang tak nyambung. Nasib mereka serupa tapi tak sama. Yang satu seorang anak tunggal. Anak seorang pengusaha yang tak punya waktu untuk keluarganya. Sampai akhirnya orang tuanya cerai, lantaran masing-masing mereka punya kekasih gelap. Akhirnya hal itu berdampak pada anaknya. Sejak dia ditinggal pacarnya dia jadi seorang pemabuk. Dia tak sanggup melihat pacarnya sudah menjadi istri laki-laki lain. Yang satu lagi, sungguh manusia hancur-sehancur hancurnya. Dia hanya tamatan SD. Mantan copet, mantan penjudi, sampai rampok gagal pernah ia jalani. Segala bidang kejahatan ia ahlinya. Tapi sayang, kebanyakan aksinya berakhir dengan babak belur. Ia merasa semua masalanya dapat selesai dengan minum sampai mabuk.
Laki-laki yang satu lagi kemudian, merogok sakunya. Mengambil dompet lalu menatap foto mantan pacarnya. Sesekali ia tersenyum, terkekeh sendirian. Temannya menatap heran. Melirik apa yang dilihat temannya.
“Bodoh!, lihat saja foto itu terus, tidak mungkin ia membuka bajunya untukmu”
“Aku tahu, tapi minuman ini akan menanggalkan bajunya dimataku.”
“Ha…ha…ha…”, mereka tertawa terbahak-bahak. Kemudian terengah-engah. Tiba-tiba saja mereka gemetar terkulai di atas tikar. Seluruh badan terasa digelitik jarum. Batuk keras tak tertahankan, membuat dadanya ambruk. Di dalam sadar mereka menatap bulan. Cahayanya semakin lama semakin redup.
“Kenapa bulan itu?, cahayanya menghilang”
“Sudah tidur saja, k k kamu sudah mabuk berat, itu matahari bukan bulan, tapi dia terus mendekat membuat badanku panas. Suruh matahari itu berhenti.
“Itu bulan”
“Bukan itu matahari”
“Bulan”
“Matahari”
“Bulan, tanya saja orang itu.” ia melihat sapi.
“Dia tidak tahu, dia orang baru di sini.”
“Terserah, tapi nyalakan kembali bulan itu”
“Tidak! Sebelum kau mengusir matahari itu, ia semakin mendekat.”
“Uuugh…ouugh…”. Seketika darah segar menyembur dari mulut mereka, membanjiri dada mereka. Mereka terengah-engah tak kuasa menahan sakit. Sampai akhirnya suasana hening, padam tak bersuara. Kedua pemuda itu telah pergi.
0 komentar:
Post a Comment