HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM di INDONESIA


1. Masa penjajahan

a. Peranan Umat islam pada Masa Penjajahan

Sebelum kaum penjajah, yakni Portugis, Belanda dan Jepang, masuk ke Indonesia, mayoritas masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam. Agama Islam agama yang sempurna, yang ajarannya mencakup berbagai bidang kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah (akidah dan ibadah), maupun dalam hubungannya dengan sesama manusia dan mahluk Allah lainnya (social, politik, ekonomi dan kebudayaan).
Dengan dianutnya agama islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ajaran islam telah banyak mendatangkan perubahan. Perubahan-perubahan itu antara lain:


 Masyarakat Indonesia dibebaskan dari pemujaan berhala dan pendewaan raja-raja serta dibimbing agar menghambakan diri hanya kepada Allah, Tuhan yang maha Esa.
 Rasa persamaan dan rasa keadilan yang diajarkan islam mampu mengubah masyarakat Indonesia yang dulunya menganut sistem kasta dan diskriminasi menjadi masyarakat yang setiap anggotanya mempunyai kedudukan, harkat, martabat dan hak-hak yang sama.
 Semangat cinta tanah air dan rasa kebangsaan yang didengungkan Islam dengan semboyan”Hubbul-watan minaliiman” (cinta tanah air sebagian dari iman) mamou mengubah cara berpikir masyarakatIndonesia, khususnya para pemudanya, yang dulunya bersifat sectarian (lebih mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis. Hal ini ditandai dengan lahirnya organisasi pemuda yang bernama Jong Indonesia pada bulan februari 1927 dan dikumandangkannya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928.
 Semvoyang yang diajarkan Islam yang berbunyi “Isalam adalah agama yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan” telah mampu mendorong masyarakat Indonesia untuk melakukan usaha-usaha mewujudkan kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara. Mula-mula dengan cara damai, tapi karena tidak bisa lalu dengan cara menempu peperangan.
Allah SWT berfirman, ‘dan perangila dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”
Menurut Islam, berperang dalam ragka mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, Negara dan agama merupakan “jihad fi sabilillah” tersebut dianggap mati syahid, yang imbalannya adalah surga. Perubahan-perubahan cara berpikir, bersikap dan berbuat yang ditanamkan islam tersebut mendorong umat islam Indonesia di berbagai pelosok tanah air untuk berjuang mengusir kaum penjajah dengan berbagai cara, antara lain dengan cara peperangan.
Perjuangan mengusi penjajah terus berlanjut, sampai kaum penjajah betul-betul angkat kaki dari bumi Indonesia.
b. Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan
1. Perlawanan terhadap Penjajah Portugis
Bangsa Portugis dating dari Eropa Barat ke Dunia Timur, termasuk Indonesia, dengan semboyan “gold, glory dan gospel”.
Untuk mewujudkan semboyan tersebut, bangsa Portugis melakuka berbagai usaha dengan menghalakan segala cara. Antara lain pada tahun 1511 mereka merebut Bandar Malaka, yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Sultan aMahmyd Syah (1488-1511_, dari Malaka bangsa Portugis melebarkan pengaruh kekuasaannya ke kepulauan Nusantara, antara lain ke kepulauan Maluku lalu mendirikan benteng pertahanan di sana dank e pulau Jawa dengan mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kelapa.
Sikap bangsa portugis yanga kasar dan angkuh, yang bermaksud merebut kekuasaan dan memaksakan kemauannya dalam perdagangan, menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia bangkit untuk memberikan perlawanan mengusir penjajah Portugis dari bumi Nusantara.
Putra mahkota Kesultanan Demak, adipati Unus, memimpin penyerangan terhadap penjajah Portugis di Malaka (1513), dengan mengerahkan armada yang berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh bala tentara Aceh dan Sultan Malaka yang sudah tersingkir. Namun penyerangan ini dapat digagalkan oleh penjajah Portugis, karena keunggulan mereka di bidang persenjataan, perlawanan terhadap penjajah Portugis yang bermarkas di Malaka ini diteruskan oleh Sultan trenggonoyang memerintah Demak selama 25 tahun (1521-1546). Berkali-kali beliau mengirim bantuan ke Johar dan Aceh untuk merebut Malaka dari penjajah Portugis, namuntetap tidak berhasil.
Kalau perlawanan umat Islam terhadapa Portugis yang bermarkas di Malaka mengalami kegagalan, lain halnya terhadap penjajah Portugis yang berpusat di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku yang memperoleh hasil gemilang.
Pada tahun 1526 bala tentara Demak di bawah pimpinan panglima perang Fatahillah berangkat melalui jalan laut menuju Sunda Kelapa, Fatahillah dan bala tentaranya mengepung Sunda Kelapa dan terjadilah pertempuran sengit melawan penjajah Portugis. Dalam pertempuran ini Fatahillah dan bala tentaranya memperoleh kemenangan. Sunda Kelapa di rebut dari tangan penjajah Portugis. Kemudian Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta(Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta.
Di daerah Maluku, Portugis yang bersahabat dengan Ternate, dan Spanyol yang bersahabat dengan Tidore, berhasil mengdu domba dua kerajaan Islam tersebut. Sementara kedua kerajaan tersebut bertempur mati-matian, Portugis dan Spanyol mengadakan perjanjian Tordesilas (1529) yang isinya:
1. Maluku menjadi milik Portugis
2. Filipina selatan menjadi milik Spanyol
Perjanjian ini sangat menekan rakyat Maluku, terutama Ternate. Oleh karena itu, Sultan Haerun bersama rakyatnya berbalik melawan Portugis. Kebencian rakyat Ternate semakin meluas, ketika Sultan haerun dibunuh secara licik pada tahun 1570. Perang pun meletus, dipimpin Sultan Baabullah, putra Sultan Haerun, rakyat Ternate berperang dangan gagah berani. Setelah berperang selama empat tahun, akhirnya pada tahun 1574, rakyat Ternate berhasil mengusir Portugis dari bumi Maluku.
2. Perlawanan terhadap Penjajah Belanda
Setelah penjajah Portugis angkat kaki dari Bumi Indonesia, bangsa Indonesia kembali dijajah oleh bangsa Belanda, yang untuk pertama kali berlabuh di Banten pada tahun 1596 dipimpin oleh Corneli de Houtman. Tejuan kedatang Belanda ke Indonesia sama dengan tujuan penjajah Portugis, yakni untuk memaksakan praktik monopoli perdagangan untuk menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Untuk mencapai tujuan tersebut, penjajah Belanda menempuh berbagai usaha dan menghalalkan segala cara. Misalkan, menerapkan politik Divide et Impera, musliha damai, mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya dari bumi Nusantara untuk membangun bangsanya dan membiarkan rakyat Indonesia berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Menghadapi sikap dan perilaku bangsa Belanda yang tidak berperi kemanusiaan dan berperikeadilan tersebut, kerajaan-kerajaan islam dan umat islam dipimpin panglima perangnya masing-masing, bangkit melawan penjajah Belanda.
Sejarah mencatat denga tinta emas, sederetan nama pejuang kusuma bangsa yang rela menderita, bahkan berkorban jiwa dalam berperang melawan penjajah Belanda, demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia tecinta.
Di pulau jawa nama-nama tersebut antara lain: Sultan Ageng Tirtayasa, Kyai Tapa dan Bagus Buang dari kesultanan Banten, Sultan Agung dri Kesultanan Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Kesultanan Yogyakarta. Di Pulau Sumaera tercatat nama Tuanku Imam Bonjol, yang telah memimpin bala tentara muslim dalam berperang melawan penjajah Belanda selama 17 tahun, sehingga merepotkan penjajah Belanda dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Setelah Tuanku Imam Bonjol tertangkap, perjuangan diteruskan oleh Tuanku Tambusai.
Dari kesultana Aceh kita mengenal sederetan nama para panglima perang Islam seperti: Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Cek Ditiro, Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan dan sultan Alaudin Muhammad Daud Syah.
Dari Maluku, yakni dari Kesultanan Ternate dan Tidore, tercatat nama-nama para pejuang kusuma bangsa seperti, Saidi, Sultan Jamaluddin dan Pangeran Neuku.
Dari Sulawesi Selatan, yakni dari kerajaan Gowa-Tallo dan Bone, terkenal nama para pahlawan bangsa seperti Sultan Hasanudin da Lamadu Kelleng yang Bergelas Arung Palaka.
Sedangkan dari Kalimantan Selatan, rakyat yang mengalami penderitaan dan kesengsaraan akibat pajak yang tinggi dan kewajiban kerja paksa serempak mengangkat senjata di bawah pimpinan para panglima perang seperti: Pangeran Antasari, Kyai Damang Lemam, Berasa, Haji Masrin, Haji Bayasin, Kyai Langlang, Pangeran Hidayat, Pangeran Maradipa, dan Tumenggung Mancanegara.
Demikianlah nama-nama para pahlawan Islam sebagai para pejuang kusuma bangsa dari berbagai kepulauan di Nusantara yang telah berjuang melawan imperialism belanda. Sayangnya, perlawanan mereka dapat dipatahkan oleh Belanda. Hal ini disebabkan antara lain kaerena perlawanan mereka lebih bersifat local regional sporadic (tidak merata) dan kurang terkoordinasi serta persenjataan pihak kaum imperialis jauh lebih canggih.
Walaupun perlawanan para pahlawan Islam tersebut dapat dipatahkan oleh kaum penjajah, namum perlawanan dan perjuangan umat islan terus berlanjut dengan berbagai bentuk dan cara, sehingga kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia betul-betul terwujud.
Terima kasih sudah berkunjung di Bassicor.blogspot.com

0 komentar:

Post a Comment